Cerita Horor Pendaki Gunung
3.078 MDPL
“Bener gak sih ini jalurnya?”
“Lo jangan berisik bisa gak sih? Udah ikutin gue aja.”
Kabut semakin lama semakin menutupi jarak pandang keempat pendaki ini, tiga jalur yang bercabang membuat Rama kebingungan untuk memilih jalur yang benar.
Cahaya dari langit mulai meredup dan tertutupi oleh kabut yang menyelimuti pepohonan yang tinggi menjulang. Langkah kaki mereka mulai gemetar saat sosok yang menyerupai wanita bergaun hitam tengah duduk disalah satu pohon besar yang berada dipinggir jalur pendakian.
Rama yang berada paling depan tiba-tiba saja menghentikan langkahnya dan membuat ketiga temannya terkejut dan menabarak Rama yang tiba-tiba saja berhenti mendadak.
“Lo kenapa berhenti sih?” tanya Tito bernada kesal.
Suuuuutttttttt... Rama menempelkan jari telunjuk pada bibirnya dan melemparkan pandangannya kearah wanita yang sedang duduk didahan pohon tersebut.
Seketika pandangan keempat pendaki tersebut tertuju pada sosok yang dimaksudkan Rama. Terdengar suara ketakutan dari Rani yang berada persis dibelakang Tito.
“To, iii.. iii.. itu, siapa?” ungkap Rani dengan nada gemetar.
Pandangan mereka terfokus pada sosok wanita bergaun hitam dan seketika semilir angin berhembus bersamaan dengan kabut yang bergulung dari arah puncak Gunung Ciremai. Mereka berempat saling berpegangan, ketakutan membuat mereka seakan-akan tidak memiliki tenaga untuk menopang tubuhnya masing-masing.
Braaaaaakk!
“Tolong! Tolong! Jangan ganggu, pergi Lo.”
Rama, Rina dan Tito spontan menengok suara teriakan Adi yang berada paling belakang. Suasana semakin mencekam, saat mereka melihat Adi sedang berteriak histeris dan menunjuk-nunjuk kearah pepohonan dipinggir jurang.
Rama berlari dan menarik ransel yang melekat dipunggungku Adi.
“Di.. Lo kenapa? Sadar, Di, sadar.”
“Ram, gue takut, gue mau pulang, Ram,” Adi merengek seperti anak kecil dengan tatapan mata yang terus tertuju kearah jurang.
Entah apa yang salah dengan pendakian mereka berempat, tapi teror ini terus berlangsung dan membuat keempat pendaki tersebut ketakutan. Penampakan sosok wanita bergaun hitam dan sosok misterius yang dilihat Adi telah membuat nyali mereka berempat ciut.
Tiba-tiba!
“Pandan! Kalian nyium bau pandang gak?” ungkap Rina sambil memeluk tangan Tito dengan sangat keras.
Seketika suasana menjadi amat sunyi setelah penciuman mereka terusik oleh bau pandan yang berada ditengah hutan gunung Ciremai. Rama yang menjadi pemimpin dipendakian ini terlihat ketakutan, wajahnya sangat pucat tatkala bau pandan ini tercium sangat menyengat.
Rama membantu Adi untuk berdiri, setelah itu tatapan matanya liar menyapu sekitar hutan yang mulai gelap dan tertutupi kabut tebal. Kedua tangannya diangkat setengah dada untuk memberikan perintah agar ketiga temannya tetap tenang.
“Wewe Gombel!”
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Rama membuat ketiga temannya membayangkan sosok wanita yang amat menyeramkan dan kehadiran sosok tersebut diawali dengan bau pandan yang amat menyengat.
Tak berselang lama, angin bertiup kencang dan membuat suasana didalam hutan menggema seperti suara tawa yang amat menakutkan. Rama yang kini berada paling depan kembali melihat sosok yang tadi ia maksudkan.
“Ia datang!”
“Siapa? Siapa yang datang?”
“Wewe Gombel! Mulai sekarang, Lo semua berdoa dalam hati dan gimanapun caranya, jangan sampai natap matanya, kalau tidak....”
“Kalau tidak kenapa, Ram?” ucap Adi memotong ucapan Rama.
“Lo bakal dibawa ke alamnya dan gak akan kembali.” Suara Rama terdengar gemetar ketika memberitahukan hal ini kepada ketiga temannya.
Keadaan hutan seketika mendadak menjadi amat sunyi, detak jantung keempat pendaki tersebut terdengar dan membuat ketakutan semakin menjadi-jadi.
“Aaah.. gue kaga takut, wooii.. maju Lo sini, lawan gue,” teriak Tito dengan sangat lantang.
Tak berselang lama terlihat dari arah atas pohon sosok tersebut turun dengan sangat cepat dan berhenti persisi dihadapan Tito dengan tubuh terbalik. Sosok wanita yang amat menyeramkan dengan tubuh yang dipenuhi oleh luka yang menganga dan bernanah. Bau pandan seketika tergantikan dengan bau busuk yang sangat menyengat.
Tubuh Tito terlihat tak bergerak, sosok Wewe Gombel kini tengah menatap kedalam mata Tito. Perlahan tubuh Tito dirangkul dengan sangat erat dan dengan cepat tubuh Tito ditarik keatas lalu menghilang dikegelapan, yang tersisa hannyalah teriakkan Tito dikejauhan dan permintaan maaf.
Rama menarik tangan Rina dan juga Adi, mereka tak menyia-nyiakan kesempatan ini dan berlari menyelamatkan diri. Entah akan kemana pelarian mereka bertiga, yang ada didalam benak mereka adalah berlari dan menjauh dari sosok yang amat menyeramkan tersebut.
Sekitar satu jam mereka bertiga berlari, didepan sana mereka melihat enam orang pendaki yang kebetulan ingin mendaki kegunung tersebut. Langkah kaki mereka terhenti dan bersandar pada salah satu pohon yang berada dipinggir jalur pendakian.
“Apakah diantara kalian ada yang bernama, Rama?” Tanya salah satu pendaki yang memakai pakaian seperti Team SAR.
“Sa.. saya, Rama, Bang,” jawab Rama terengah-engah.
“Alhamdullilah, akhirnya kalian kami temukan. Ayo, kami bantu bawakan tas kalian dan kita harus segera turun dari hutan ini,” ucap pemuda tadi.
Akhirnya mereka dievakuasi dari hutan gunung Ciremai dan setibanya dibasecamp Linggarjati, Rama dan Adi dibuat terkejut setelah melihat ada dua kantung jenazah yang tergeletak dan mereka diperlihatkan siapa yang berada didalam kantung jenazah tersebut.
Rama dan Adi terduduk lemas ketika melihat dua temannya tengah berada didalam kantung jenazah.
“Mereka berdua kami temukan sedang berbaring dibawah pohon besar dengan keadaan tanpa busana, apakah benar ini teman kalian?”
Rama dan Adi hanya saling menatap dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun.